Shalat berasal dari kata Aramaic Zhelot a (ash shalat) yang artinya pelayanan doa, berasal dari masa pembuangan Isreal ke Babylonia. Sebelum itu orang Isreael melakukan ibadah dengan mempersembahkan korban bakaran terpusat di kuil Solomo 3 x sehari (qurban pagi, siang dan petang)
Pada masa pembuangan ke Babylonia dan kuil Yerusalem dihancurkan, orang Israel tidak bisa lagi beribadah mempersembahkan qurban bakaran melalui imam di kuil Yerusalem. Saat itulah ibadah Isarel kuno mengalami modifikasi dan mengadopsi “agama tanpa qurban bakaran”. Orang-orang Yahudi mulai membiasakan diri membaca Bibel , melakukan shalat 3 kali sehari (Shacharit /Subuh, Mincha /tengah hari, Ma’ariv/Magrib) dan melakukan pengajian di rumah-rumah. Ibadah dilakukan tanpa binatang Qurban tapi hanya ucapan mulut atau “pengorbanan di bibir” melalui doa dan penyesalan . Itulah awal munculnya ibadah di synagoge (masjid menurut Islam atau gereja menurut Kristen).
Ibadah qurban bakaran praktis lenyap ketika kuil Jerusalem di hancurkan pada th 70 Masehi. Sebaliknya praktek-prektek individual seperti tata cara makan; shalat harian, mengaji, hukum perkawinan, serta berbagai ucapan salam, insya Allah, Bismillah, makin ditekankan dan dilaksanakan secara meluas.
Baik Yahudi, Nasrani, Samaritan, dan berbagai sekte sempalan seperti Manichean, Mandean, melakukan shalat 3 atau 7 kali sehari dengan berbagai posisi yang merupakan ekspresi dari doa mereka. Tetapi pada umumnya dilakukan dengan berdiri atau an niyah dalam shalat Islam. Beberapa posisi lainnya adalah orans atau takbir yaitu mengangkat kedua tangan, merangkapkan tangan di perut atau atau qiyam, membungkuk atau metenia atau ruku, great metania atau sujud, serta posisi duduk di lantai.
Gambar mozaik di lantai satu Synagoge abad ke 5 M, Daniel melakukan orans (takbir).
Enam posture shalat manichesim atau mazdakism, takbir, ruku, qiyam dan sujud, dilakukan 5 atau 7 kali dengan jumlah rakaat tertentu
Baik Yahudi atau Kristen (Syriac), mempunyai kebiasaan menempatkan wanita dibelakang pria pada shalat berjamaah. Wanita (untuk Yahudi yang sudah menikah) harus memakai pakaian yang menutupi seluruh bagian tubuh serta menutupi rambut. atau disebut tzeniut (mukena ). Dalam shalat keluarga, kepala keluarga adalah imam. Dalam agama Kristen kebiasaan itu dapat dilacak lewat ucapan Paulus yang adalah eks Yahudi Farisi dalam 1 Kor. 11:3-16. Dalam Katolik Rum, hanya biarawati saja yang diwajibkan menutupi rambut.
Shalat Kristen Orthodox, metania (ruku) dengan wanita memakai berkerudung :
Perbedaan antara shalat non Islam dengan Islam adalah bagi non Islam shalat muncul kerena keinginan pribadi akan ketaatan, yang datangnya dari dalam diri manusia, sebaliknya dalam Islam shalat direduksi menjadi kewajiban rutin yang terpisah ekspresi batin yaitu suatu kewajiban yang datangnya dari luar (perintah Allah) dan menjadi seperti suatu gerak badan tanpa makna. Hal itu ditunjukan dengan dilarangnya shalat memakai bahasa setempat, padahal non Arab tentu akan kesulitan dalam hal memaknai suatu ritual dalam bahasa asing. Dalam Islam peraturan shalat sendiri tidak ada di Quran, Itu adalah sunnah nabi yang tertulis dalam hadist-hadist kemudian.
Kesimpulan :
Shalat harian bukanlah khas Islam. Shalat dilakukan oleh berbagai komunitas keagamaan pra Islam. Muhammad hanyalah meniru apa yang dilakukan oleh mereka, tanpa mengetahui makna yang sebenarnya. Shalat yang adalah ekspresi dari dalam diri manusia kepada Tuhannya, direduksi menjadi semacam “program computer” yang dipaksakan dari luar (Allah).
Pada masa pembuangan ke Babylonia dan kuil Yerusalem dihancurkan, orang Israel tidak bisa lagi beribadah mempersembahkan qurban bakaran melalui imam di kuil Yerusalem. Saat itulah ibadah Isarel kuno mengalami modifikasi dan mengadopsi “agama tanpa qurban bakaran”. Orang-orang Yahudi mulai membiasakan diri membaca Bibel , melakukan shalat 3 kali sehari (Shacharit /Subuh, Mincha /tengah hari, Ma’ariv/Magrib) dan melakukan pengajian di rumah-rumah. Ibadah dilakukan tanpa binatang Qurban tapi hanya ucapan mulut atau “pengorbanan di bibir” melalui doa dan penyesalan . Itulah awal munculnya ibadah di synagoge (masjid menurut Islam atau gereja menurut Kristen).
Ibadah qurban bakaran praktis lenyap ketika kuil Jerusalem di hancurkan pada th 70 Masehi. Sebaliknya praktek-prektek individual seperti tata cara makan; shalat harian, mengaji, hukum perkawinan, serta berbagai ucapan salam, insya Allah, Bismillah, makin ditekankan dan dilaksanakan secara meluas.
Baik Yahudi, Nasrani, Samaritan, dan berbagai sekte sempalan seperti Manichean, Mandean, melakukan shalat 3 atau 7 kali sehari dengan berbagai posisi yang merupakan ekspresi dari doa mereka. Tetapi pada umumnya dilakukan dengan berdiri atau an niyah dalam shalat Islam. Beberapa posisi lainnya adalah orans atau takbir yaitu mengangkat kedua tangan, merangkapkan tangan di perut atau atau qiyam, membungkuk atau metenia atau ruku, great metania atau sujud, serta posisi duduk di lantai.
Gambar mozaik di lantai satu Synagoge abad ke 5 M, Daniel melakukan orans (takbir).
Enam posture shalat manichesim atau mazdakism, takbir, ruku, qiyam dan sujud, dilakukan 5 atau 7 kali dengan jumlah rakaat tertentu
Baik Yahudi atau Kristen (Syriac), mempunyai kebiasaan menempatkan wanita dibelakang pria pada shalat berjamaah. Wanita (untuk Yahudi yang sudah menikah) harus memakai pakaian yang menutupi seluruh bagian tubuh serta menutupi rambut. atau disebut tzeniut (mukena ). Dalam shalat keluarga, kepala keluarga adalah imam. Dalam agama Kristen kebiasaan itu dapat dilacak lewat ucapan Paulus yang adalah eks Yahudi Farisi dalam 1 Kor. 11:3-16. Dalam Katolik Rum, hanya biarawati saja yang diwajibkan menutupi rambut.
Shalat Kristen Orthodox, metania (ruku) dengan wanita memakai berkerudung :
Perbedaan antara shalat non Islam dengan Islam adalah bagi non Islam shalat muncul kerena keinginan pribadi akan ketaatan, yang datangnya dari dalam diri manusia, sebaliknya dalam Islam shalat direduksi menjadi kewajiban rutin yang terpisah ekspresi batin yaitu suatu kewajiban yang datangnya dari luar (perintah Allah) dan menjadi seperti suatu gerak badan tanpa makna. Hal itu ditunjukan dengan dilarangnya shalat memakai bahasa setempat, padahal non Arab tentu akan kesulitan dalam hal memaknai suatu ritual dalam bahasa asing. Dalam Islam peraturan shalat sendiri tidak ada di Quran, Itu adalah sunnah nabi yang tertulis dalam hadist-hadist kemudian.
Kesimpulan :
Shalat harian bukanlah khas Islam. Shalat dilakukan oleh berbagai komunitas keagamaan pra Islam. Muhammad hanyalah meniru apa yang dilakukan oleh mereka, tanpa mengetahui makna yang sebenarnya. Shalat yang adalah ekspresi dari dalam diri manusia kepada Tuhannya, direduksi menjadi semacam “program computer” yang dipaksakan dari luar (Allah).