Orang Muslim biasanya bangga untuk membicarakan “peperangan” Muhammad. Kebanggaan ini tiada dasarnya. Muhammad menghindari perang sebenarnya. Dia lebih memilih penyergapan atau penyerangan mendadak sehingga dia bisa mengalahkan korban2nya yang kaget dan membantainya sewaktu mereka tidak siap dan tidak bersenjata.

Di sepanjang sepuluh tahun hidupnya, setelah hijrah ke Medina dan merasa kuat di tengah2 pengikutnya, Muhammad melalukan 74 penyerangan. [40] Beberapa dari penyerangan ini adalah pembunuhan2 atas perorangan saja, dan penyerangan lainnya melibatkan ribuan orang. Dia ikut dalam 27 usaha penyerangan dan ini disebut ghazwa. Penyerangan2 yang diperintahkannya tapi dia sendiri tidak ikut menyerang disebut sebagai sariyyah. Baik ghazwa maupun sariyyah berarti serangan mendadak atau penyergapan.
[40] Tabaqat, Vol. 2, hal. 1-2.

Jikalau Muhammad ikut menyerang, dia selalu berada di bagian belakang tentaranya, dilindungi tentara khususnya. Tiada keterangan manapun dalam biografi Muhammad yang menuliskan dia sendiri bertarung melawan musuh.

Di salah satu perang yang dikenal sebagai Perang Fijar yang terjadi di Mekah, Muhammad ikut perang diantara paman2nya. Saat itu Muhammad berusia dua puluh tahun, dan usahanya adalah mengumpulkan panah2 musuh sewaktu gencatan senjata dan menyerahkannya kepada paman2nya. Muir menulis: “Sikap berani dan mahir bersenjata adalah hal yang tidak dimiliki Muhammad dalam sepanjang karirnya sebagai nabi.” [41]
[41] William Muir, Life of Muhammad Volume II, Chapter 2, Page 6.

Muhammad dan pengikutnya menyerang kota2 dan desa2 tanpa peringatan, melawan orang2 sipil tak bersenjata, dengan pengecut membacoki mereka sebanyak mungkin yang bisa dilakukan, mengambil jarahan perang berupa hewan2 ternak, senjata2 dan semua harta benda korban, termasuk istri2 dan anak2 mereka. Pihak penyerang Muslim kadangkala menyandera para istri dan anak ini dengan tuntutan tebusan uang atau menyimpan/menjual mereka sebagai budak. Berikut adalah contoh kejadian penyerang yang tercatat dalam sejarah Islam:
Sang Nabi tiba2 menyerang Bani Mustaliq tanpa peringatan ketika mereka sedang tidak siap dan ternak mereka sedang minum di tempat2 pengambilan air. Orang2 yang melawan dibunuh dan para wanita dan anak2 mereka ditawan; sang Nabi mendapatkan Juwairiya di hari itu. Nafi berkata bahwa Ibn Omar memberitahukan kisah itu padanya dan Ibn ‘Omar adalah salah satu dari tentara tersebut. [42]
[42] Sahih Bukhari, Vol. 3. Book 46, Number 717

Di perang ini, kata penyampai berita Muslim, “600 orang ditawan oleh tentara Muslim. Diantara barang jarahan terdapat 2.000 unta dan 5.000 kambing.” [43]
[43] Ibid.

Dunia kaget ketika teroris2 Muslim membunuh anak2, lalu apologis Muslim dengan cepat mengumumkan pembunuhan anak2 dilarang Islam. Tapi sebenarnya Muhammad memperbolehkan pembunuhan anak2 di malam2 penyerangan.

Dilaporkan berdasarkan wewenang dari Sa’b b. Jaththama bahwa sang Rasul Allâh s.a.w., ketika ditanya tentang para wanita dan anak2 pagan yang dibunuh di malam penyerangan, berkata: Mereka adalah salah satu dari mereka. [44]
[44] Sahih Muslim Book 019, Number 4321, 4322 and 4323:

Tujuan penyerangan Muhammad adalah untuk menjarah. Beberapa sumber yang diakui oleh semua Muslim membenarkan agar bisa menang, sang Nabi menyerang secara tiba2:
Ibn ‘Aun melaporkan: Aku menulis pada Nafi’ untuk bertanya padanya apakah perlu menawarkan kafir untuk masuk Islam sebelum diperangi. Dia menulis jawaban padaku hal ini penting di masa awal Islam. Rasul Allâh s.a.w. menyerang Banu Mustaliq ketika mereka sedang tidak siap dan memberi minum ternaknya di tempat pengambilan air. Dia membunuh mereka yang melawan dan menawan lainnya. Di hari yang sama dia menangkap Juwairiya bint al-Harith. Nafi’ berkata kisah ini disampaikan padanya oleh Abdullah b. Omar yang termasuk diantara tentara yang menyerang. [45]
[45] Sahih Muslim Book 019, Number 4292:

Untuk mengesahkan serangan2 biadab terhadap orang2 sipil, sejarawan Muslim seringkali menuduh pihak korban berencana melawan Islam. Akan tetapi, tiada alasan untuk mempercayai adanya suku Arab yang mencoba menyerang Muslim yang pada saat itu adalah gerombolan bandit yang kuat. Sebaliknya, banyak suku yang berdamai dengan Muslim dengan menandatangani perjanjian damai dengan Muhammad agar tidak diserang. Perjanjian2 damai ini nantinya dilanggar sendiri oleh Muhammad ketika dia sudah merasa kuat secara militer.

Jarahan tidak hanya memperkaya gerombolan rampoknya. Tapi jarahan juga termasuk budak2 seks. Juwairiya adalah seorang wanita muda yang suaminya dibunuh, dan dia jatuh ke tangan seorang Muslim. Aisha, istri Muhammad yang paling disayangi dan yang termuda (yang menurut sumber Muslim berusia enam tahu ketika dikawini Muhammad yang saat itu berusia lima puluh satu tahun dan disetubuhi ketika berusia sembilan tahun) menemani Muhammad dalam penyerangan ini dan kemudian menyampaikan:

Ketika sang Nabi – semoga damai menyertainya – membagi-bagi tawanan Banu Al-Mustaliq, dia (Juwairiya) jatuh ke tangan Thabit ibn Qyas. Juwairiya menikah dengan sepupunya, yang dibunuh dalam perang. Dia bersedia memberi Thabit uang sembilan keping emas untuk kemerdekaannya. Dia adalah wanita yang sangat cantik. Dia mempesona setiap pria yang melihatnya. Dia datang meminta tolong kepada Nabi. Begitu aku melihatnya di pintu kamarku, aku tidak suka padanya, karena aku tidak dia (Nabi) akan melihatnya sama seperti aku melihatnya. Dia (Juwairiya) masuk dan berkata padanya tentang siapa dirinya, yakni anak dari al-Harith ibn Dhirar, yang adalah kepala suku bangsanya. Dia berkata: “kau tahu masalahku. Aku jatuh ke tangan Thabit, dan berjanji membayar tebusan, dan aku meminta tolong padamu.” Dia berkata: “maukah kau yang lebih baik dari itu? Aku bebaskan utangmu, dan menikahimu.” Dia berkata: “Ya” “Kalau begitu jadilah!” jawab Rasul Allâh. [46]
[46] http://66.34.76.88/alsalafiyat/juwairiyah.htm

Penjelasan ini menjawab semua sangkalan alasan Muhammad sebenarnya atas tindakannya mengawini banyak wanita. Dia dan orang2nya membunuh suami Juwairiya dalam penyerangan tiba2 tanpa sebab. Juwairiya adalah anak suku Bani Mustaliq dan seorang putri bangsawan. Dari bangsawan lalu dijadikan budak dan dimiliki oleh salah seorang bandit pengikut Muhammad. Akan tetapi, karena dia cantik, maka sang Nabi suci menawarkan “kemerdekaan” baginya dengan syarat kawin dengan sang Nabi. Apakah ini kemerdekaan? Punya pilihan apakah Juwairiya? Bahkan jika Muhammad benar2 memerdekakannya, hendak pergi ke mana dia?

Apologis Muslim bersikeras bahwa kebanyakan istri2 Muhammad adalah kaum janda. Orang awam bisa menyangka Muhammad mengawini mereka karena ingin menolong. Yang tidak disampaikan Muslim adalah para wanita yang “janda” ini ternyata muda dan cantik, dan para suami mereka dibunuh Muhammad. Juwairiya berusia 20 tahun dan Muhammad 58 tahun.

Sejarawan2 Islam mengaku bahwa Muhammad tidak mau menikahi wanita kecuali jika mereka itu muda, cantik, dan tidak punya anak. Perkecualian adalah Sauda yang berusia sekitar tiga puluh tahunan ketika Muhammad menikahinya agar dia bisa mengurus anak2 Muhammad. Berdasarkan sebuah hadis, Muhammad berhenti tidur dengannya ketika dia memiliki istri2 yang lebih cantik dan muda [47], semua istri2nya berusia remaja atau awal dua puluh tahunan dan dia sendiri berusia sekitar lima puluh dan enam puluh tahunan. Sejarawan Tabari [48] mengisahkan bahwa Muhammad meminta Hind bint Abu Talib, sepupunya sendiri, untuk menikah dengannya tapi ketika Hind mengatakan dia punya anak, Muhammad tidak mau lagi. Muhammad juga meminta wanita lain bernama Zia’h bint Aamir untuk menikah dengannya, tapi ketika Zia’h menyebut umurnya, Muhammad berubah pikiran. [49]
[47] Aisha mengisahkan bahwa Sauda melepaskan jatah gilirannya siang dan malam bagi Aisha untuk bermesraan dengan Rasul Allâh [Bukhari Volume 3, Book 47, Number 766]
[48] Muhammad ibn Jarir al-Tabari (838–923) adalah salah satu sejarawan Persia yang paling terkemuka dan terkenal dan penafsir Qur’an, karyanya yang paling terkenal adalah Tarikh al-Tabari dan Tafsir al-Tabari.
[49] Tabari dalam bahasa Persia, Vol. IV, hal. 1298.


Seorang Muslim bernama Jarir ibn Abdullah mengisahkan suatu kali Muhammad bertanya padanya, “apakah kau telah menikah?” Dia mengiyakan. Muhammad lalu bertanya, “Perawan atau janda?” Dia menjawab, “Aku menikahi seorang janda.” Lalu Muhammad berkata, “Mengapa tidak menikah dengan perawan saja agar kau bisa bermain dengannya dan dia denganmu?” [50]
[50] Bukhari Volume 3, Book 34, Number 310:

Bagi Muhammad, wanita tidak lebih daripada obyek seks belaka. Wanita tidak lebih daripada barang kepunyaan. Fungsi wanita adalah untuk menyenangkan suami2 mereka dan melahirkan anak2nya.